Oleh: Khairunnas
Setelah sebelumnya berkisah tentang perjuangan anak bangsa menjadi TKI di Jepang, kali ini saya ingin bercerita tentang seorang mantan TKI. Sebut saja namanya Paijo. Sehari-hari dia bekerja sebagai pramusaji di sebuah rumah makan Padang serba 10.000. Saya bertemu dengannya karena sering makan di rumah makan Padang itu.
Sebagaimana kebiasaan saya, di setiap kesempatan duduk santai dan lama di sebuah tempat, saya selalu menyempatkan diri ngobrol dengan orang yang ada di situ. Bagi saya, ngobrol santai sambil makan atau ngopi adalah aktivitas yang sangat mengasyikkan. Apalagi jika lawan bicara saya adalah orang yang punya pengalaman banyak. Saya akan dengan semangat menggali bagaimana perjalanan hidupnya.
Hari itu adalah untuk kesekian kalinya saya makan di rumah makan Padang itu. Lokasinya persis di depan jalan raya sebelum masuk ke arah rumah saya. Letaknya sangat strategis karena merupakan jalan utama yang menghubungkan Kota Depok dengan Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan. Saban hari jalan tersebut ramai dengan pengendara motor yang hilir mudik dari Depok ke Jakarta atau sebaliknya. Apalagi pada saat jam berangkat atau pulang kerja. Arus lalu lintas sangat padat bahkan terkadang menyebabkan kemacetan.
Pemilik rumah makan Padang ini cukup jeli melihat peluang pasar. Dia tahu persis bahwa lokasi tersebut sangat strategis jika melihat traffic lalu lintasnya yang sangat ramai. Hal itu terbukti, sejak warung makan Padang itu buka, selalu ramai dikunjungi pembeli. Sehari, mereka bisa menjual 400-500 porsi.
Saya cukup kagum dengan apa yang mereka lakukan. Apalagi pemilik rumah makan tersebut adalah anak muda usia 20-an tahun. Lain waktu saya akan berkisah tentang anak muda itu. Namun, kali ini saya ingin bercerita tentang Paijo yang menjadi karyawan di rumah makan Padang tersebut.